Tidak hanya memiliki ribuan pulau saja, negara Indonesia juga terkenal sebagai negara yang kaya akan nilai-nilai budayanya dan tersebar dari Sabang hingga Merauke. Hal ini yang membuat negara Indonesia terlihat unik dan berbeda dari negara lainnya.
Namun di tengah keragaman budaya yang dimilikinya, ternyata terdapat sebuah isu yang cukup sensitif bagi masyarakat Indonesia yakni mengenai cultural appropriation. Isu mengenai cultural appropriation cukup banyak dibahas beberapa tahun belakangan ini, dan tidak hanya di Indonesia saja tetapi juga negara-negara lain di seluruh dunia.
Meskipun demikian, ternyata masih banyak orang yang belum tahu dan memahami apa itu cultural appropriation tersebut. Untuk itu pada pembahasan kali ini akan dijelaskan apa itu cultural appropriation dengan beberapa contoh yang pernah terjadi.
Pengertian Cultural Appropriation
Menurut jurnal ilmiah karya Jaja Grays, cultural appropriation atau apropriasi budaya merupakan suatu perbuatan yang mengacu pada meminjam atau mencuri budaya yang berasal dari kelompok minoritas untuk digunakan sebagai keuntungan pribadi.
Pengertian lain mengenai cultural appropriation yakni suatu konsep untuk menyebutkan bagi seseorang yang meminjam atribut budaya lain, dan dalam hal ini anggota budaya dominan meminjam budaya dari minoritas.
Tidak sedikit yang berpendapat jika cultural appropriation bukanlah bentuk apresiasi, melainkan sebagai salah satu bentuk perampasan dari budaya lain. Bahkan ada menganggap jika tindakan tersebut dinilai tidak menghormati suatu budaya asli dan merupakan wujud penindasan.
Meskipun pada kenyataannya banyak orang kurang menyadari hal tersebut. Mereka yang membuat suatu penemuan atau kreasi lainnya tanpa sadar telah melakukan perpaduan budaya.
Tidak heran jika cultural appropriation dianggap sebagai tindakan yang seharusnya tidak dilakukan. Hal ini mengacu pada suatu budaya segalanya harus berhubungan dengan kelompok berdasarkan pada etnis, agama, lingkungan sosial, dan juga letak geografis.
Ada beberapa hal yang memiliki kecendrungan untuk dijadikan sebagai cultural appropriation, mulai dari hak milik intelektual, menari, artefak, fashion (mode dan pakaian), musik, bahasa, makanan, dekorasi, obat, gaya rambut, make up, tato, dan juga praktek kesehatan.
Saat ini kemajuan teknologi terutama komunikasi telah membuat semua orang di seluruh dunia dapat terhubung dengan mudah. Sehingga banyak orang dengan mudah mengakses lebih banyak informasi dari negara-negara lain, termasuk mengenai budayanya.
Tidak heran jika inspirasi, plagiarisme, serta eksotisme suatu budaya dan suku menjadi tidak jelas batasannya. Hal tersebut tentunya menjadi masalah oleh banyak pihak dan terus terjadi setiap tahunnya.
Kasus Cultural Appropriation
Dunia fashion menjadi salah satu yang paling sering mengalami cultural appropriation. Salah satu desainer asal negara Perancis, Isabel Marant yang terkenal akan rancangan baju gaya bohemian.
Isabel membuat rancangan blus miliknya identik dengan blus asli bangsa Meksiko. Padahal blus dari Meksiko tersebut telah ada dan dikenakan oleh para wanita Meksiko sejak ratusan tahun lalu.
Kasus lain yang dialami oleh selebriti, seperti Agnez Mo yang pernah mengubah gaya rambut kepang serta menggelapkan kulit agar terlihat seperti perempuan Afrika. Agnez Mo tidak tinggal diam, dia menjelaskan jika kepangan rambut miliknya diadopsi dari gaya rambut wanita Papua dan lebih dikenal dengan sebutan anyam rambut.
Penyanyi Selena Gomez juga pernah mengalami tuduhan ketika dirinya bernyanyi di atas panggung pada tahun 2013. Dia mendapatkan kritik karena mengenakan gaun berwarna merah serta hiasan kalung khas negara India beserta bindi di dahi.
Kasus lainnya seperti orang Amerika Serikat tabu untuk menyebut kata ‘negro’ atau ‘nigga’, terutama bagi orang kulit putih yang jumlahnya mayoritas di AS. Kata tersebut dianggap sangat ofensif dan memiliki makna buruk jika diucapkan oleh bangsa Aryan, yang jika dilihat dalam sejarah pernah memperlakukan ras lain (khususnya kulit hitam Amerika) sebagai masyarakat kelas rendah.
Contoh lain di Indonesia yakni kemunculan Nagita Slavina sebagai Duta PON XX Papua. Kasus cultural appropriation muncul ketika Arie Kriting menyampaikan jika kemunculan Nagita Slavina sebagai Duta PON XX Papua dapat menimbulkan cultural appropriation. Menurutnya perempuan Papua yang seharusnya merepresentasikan sosok perempuan Papua sebenarnya.
Dampak Cultural Appropriation
Masalah mengenai cultural appropriation dianggap cukup penting untuk diperhatikan sebab terlalu sensitif bagi beberapa orang termasuk anggota budaya. Kesensitifan terhadap cultural appropriation juga dipengaruhi oleh sejumlah konteks.
- Adanya cultural appropriation membuat orang mudah untuk menunjukkan cinta terhadap budaya tertentu, akan tetapi tetap berprasangka terhadap pihak lain. Tindakan cultural appropriation juga menyebabkan segala sesuatu terlihat luar biasa untuk orang kulit putih, namun menjadi terlihat etnik bagi orang dengan kulit selain putih.
- Cultural appropriation memungkinkan pelaku memperoleh keuntungan dari pemilik budaya itu sendiri. Tidak jarang cultural appropriation melestarikan streotip rasis serta menyebarkan kebohingan massal mengenai suatu budaya yang terpinggirkan.
- Meskipun begitu cultural appropriation juga memiliki dampak positif yakni menghindari adanya sikap menghina atau merendahkan budaya lain serta belajar untuk menghargai hingga melestarikannya.