Categories
Bencana Alam

Banjir Cileuncang : Pengertian, Penyebab dan Pencegahannya

Di setiap musim penghujan di berbagai sudut jalanan kota-kota besar di Indonesia selalu digenangi jenis-jenis banjir. Terutama kota besar seperti Jakarta dan Bandung. Setiap musim penghujan jalanan di pusat kota tidak pernah luput dari banjir yang selalu menggenang dan menghambat aktivitas warga.

Jika membicarakan masalah banjir, sering terdengar istilah banjir cileuncang untuk menggambarkan banjir yang menggenangi jalanan-jalanan utama kota. Tapi apa itu banjir cileuncang?

Pengertian banjir cileuncang 

Cileuncang sendiri merupakan istilah dalam Bahasa Sunda untuk menggambarkan terjadinya genangan air di suatu tempat akibat terhambatnya pembuangan atau aliran air tersebut. Dalam Kamus Lengkap Bahasa Sunda-Indonesia (Budi Rahayu Tamsyah, 2003, Pustaka Setia) arti dari kata cileuncang adalah air hujan yang tidak terserap tanah dan kemudian menggenang. Genangan sendiri adalah air yang terkumpul di suatu tempat dan tidak mengalir karena elevasinya lebih rendah dari daerah sekitarnya.

Penyebab Banjir Cileuncang

Banjir cileuncang sebenarnya tidak begitu jauh berbeda dengan banjir air. Namun, karena penyebab banjir cileuncang biasanya lebih disebabkan karena air hujan yang turun dengan derasnya dalam satu waktu dan dengan debit air yang sangat banyak,maka banjir ini disebut juga banjir dadakan. Ada beberapa penyebab mengapa banjir cileuncang ini dapat terjadi, diantaranya:

  1. Curah hujan yang sangat tinggi (baca: manfaat curah hujan tinggi bagi kehidupan) dalam satu waktu sehingga air hujan yang banyak ini tidak mampu ditampung oleh saluran pembuangan air atau got di sekitar jalan raya dan rumah warga
  2. Meluapnya sungai yang menjadi tujuan pembuangan air dari got-got sekitaran jalan, dalam kasus banjir cileuncang yang banyak terjadi di Bandung, penyebabnya adalah meluapnya ekosistem sungai Citarum
  3. Luapan sungai yang menyebabkan banjir ini juga tidak lepas dari terjadinya penyempitan sungai dimana banyaknya bangunan di bantaran sungai dan memberi kontribusi menjadi penyebab banjir
  4. Banjir cileuncang juga dapat terjadi karena air limpasan ‘macet’. Macetnya air limpasan ini terjadi karena kapasitas air limpasan melebihi banyak saluran yang harus menampungnya dan kecepatan mengalirnya air limpasan tidak lebih cepat dari curah hujannya
  5. Semakin minimnya daerah resapan air hujan (baca: fungsi air hujan) karena semakin hari semakin banyaknya pembangunan yang terjadi di kota-kota besar. Sehingga sulit untuk menemukan tanah lapang yang dapat menyerap air hujan
  6. Penggunaan aspal pun dapat menjadi penyebab terjadinya banjir cileuncang karena aspal sulit menyerap air hujan.
  7. Sistem drainase yang buruk juga dapat menyebabkan suatu wilayah mengalami banjir cileuncang. Hal ini masih berhubungan juga dengan pembangunan yang terus-menerus tanpa perencanaan lingkungan yang berkelanjutan sehingga pembangunan di kota besar juga memberikan banyak dampak negatif bagi lingkungan.
  8. Tidak jarang banyak sistem drainase yang tertutup bangunan sehingga sulit untuk dilakukan pengerukan.
  9. Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali sehingga menyebabkan meningkatnya juga volume sampah yang dihasilkan rumah tangga, dan kesadaran yang masih rendah terhadap pentingnya membuang sampah pada tempatnya membuat banyak penduduk yang masih membuang sampah sembarangan yang mana ketika hujan terbawa ke saluran-saluran pembuangan air hujan dan membuat mampat.
  10. Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga alam di sekitarnya dan mengurangi pencemaran lingkungan

Cara Pencegahan Banjir Cileuncang

Persoalan banjir cileuncang dan banjir apapun merupakan persoalan bersama yang harus dicari dan diterapkan solusinya secara cepat dan tepat bagi keadaan lingkungan yang baik dan juga kenyamanan penduduk. Beberapa cara pencegahannya ialah:

  1. Sistem drainase

Solusi persoalan banjir cileuncang dapat dilakukan dengan mewujudkan sistem drainase kota yang dapat memberikan alternatif menyelesaian masalah penyebab banjir. Hal ini dapat dilakukan dengan memfungsikan kembali saluran-saluran buang air seperti selokan, sungai dan juga saluran drainase lain, dan tidak menjadikannya tempat pembuangan sampah. Hal ini sangat penting karena jika saluran drainase tersumbat sampah, maka air hujan akan meluap karena tidak dapat tertampung lagi dan akhirnya meluber ke lingkungan sekitarnya.

  1. Penerapan lubang resapan biopori

Melalui penerapan lubang resapan dengan teknik biopori ini secara tidak langsung masyarakat melakukan konservasi air, sehingga air dapat disimpan di dalam tanah. Diharapkan pada musim kemarau tidak terjadi kekeringan dan sebaliknya di musim hujan tidak terjadi banjir (baca: pembagian musim di Indonesia) Selain itu, lubang biopori menjadi salah satu alternatif untuk digunakan sebagai media pembuatan kompos dari sampah rumah tangga sehingga sampah-sampah tersebut dapat berguna.

  1. Pembangunan sumur resapan

Minimnya ruang terbuka hijau di kota-kota besar membuat limpahan air hujan langsung terbuang. Masalah ini dapat diatasi apabila setiap bangunan memiliki sumur resapan sehingga air tidak melimpah ke sungai dan saluran air begitu saja. Selain itu juga bisa menjadi dijadikan cadangan air tanah (baca: ciri-ciri air tanah yang baik) apabila kemarau tiba.

  1. Penertiban kawasan tepi sungai

Pembangunan bangunan tinggal di sekitar sungai tentunya berpengaruh terhadap meluapnya air sungai. Keberadaan bangunan tinggal di sekitar sungai dapat merusak lingkungan di sekitar sungai sekaligus merusak struktur tanah dan ekosistem sungai. Selain itu banyaknya penduduk kawasan pinggir sungai yang membuang sampah langsung ke sungai menyebabkan pendangkalan sungai yang berakibat pada meluapnya air sungai ketika curah hujan tinggi.

  1. Penghijauan

Penghijauan di kawasan kota-kota besar dan reboisasi di kawasan hutan maupun di daerah-daerah sangat perlu dilakukan bahkan digalakkan mengingat semakin hari semakin menipisnya ruang publik dan ruang terbuka hijau (baca: ruang publik untuk kehidupan) yang dapat mencegah terjadinya banjir karena banyaknya pembangunan yang masiv.

Hal ini berdampak pada cuaca serta kualitas udara di kota-kota besar yang lebih panas karena tidak adanya pohon-pohon untuk menyerap gas buang karbon dioksida yang banyak dihasilkan dari kendaraan-kendaraan bermotor juga dari asap industri yang juga menjadi penyebab pencemaran udara. Tidak heran apabila kota besar seperti Jakarta dan Bandung selalu dilanda banjir cileuncang setiap musim hujan karena tidak adanya lahan untuk menyimpan air hujan tersebut di dalam tanah (baca: sifat fisik tanah)

  1. Perlunya merubah pola pikir masyarakat

Sudah bukan hal yang asing lagi jika pola pikir masyarakat Indonesia belum sepenuhnya terbuka untuk menghargai dan menjaga alam (baca: pencemaran yang mengakibatkan perubahan alam) juga belum sepenuhnya tergerak terhadap pentingnya menjaga lingkungan hidup sekitar. Kebanyakan masyarakat masih belum sadar akan bahayanya bencana yang diakibatkan oleh perilaku manusianya itu sendiri.

Buang sampah sembarangan, penebangan hutan legal ataupun illegal yang berlebihan tanpa adanya reboisasi yang dapat merusak ekosistem hutan, pengerukan mineral di kawasan tambang yang mana hal tersebut sudah pasti merusak ekositem darat sekitarnya. Pemerintah dan masyarakat perlu bekerjasama dalam mengatasai hal mengatasi banjir ini. Perlunya ada program-program yang mengedukasi masyarakat bagaimana cara merawat lingkungan dengan baik dimulai dari lingkungan rumah tangga sendiri misalnya pengelolaan sampah yang baik dengan contohnya memilah sampah yang organik dan non organik.