Beberapa waktu yang lalu, Presiden Indonesia, Joko Widodo menyampaikan berita bahwa ibu kota Indonesia akan dipindahkan ke luar Pulau Jawa tepatnya pada Kabupaten Penajem Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur. Pemindahan ibu kota ini bukan tanpa sebab, bahkan sebelumnya wacana tersebut pernah diutarakan sebelumnya saat pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Saat itu telah dibuat tiga opsi tentang pemindahan ibu kota. Ketiga opsi tersebut antara lain:
- Menetapkan distrik pemerintahan untuk berada di sekitar Monas namun tetap di Jakarta
- Memindahkan ibu kota ke wilayah yang dekat dengan Jakarta berjarak 50 – 70 kilometer
- Memindahkan ibu kota ke luar pulau Jawa
Alasan Ibu Kota Pindah
Rencana pemindahan ibu kota sebenarnya sudah ada sejak masa pemerintahan Presiden pertama Indonesia, Soekarno. Namun saat itu Indonesia masih belum menentukan dan juga merancang sendiri tentang bagaimana ibu kota yang akan dibuat nantinya. Kepala Bappenas, Bambang Brodjo menjelaskan ada beberapa alasan mengapa Presiden Joko Widodo ingin memindahkan ibu kota untuk segera dilaksanakan. Dua alasan di antaranya yaitu melihat kondisi kota Jakarta yang sudah tidak ideal dan juga keinginan untuk melepaskan diri dari bayang – bayang kolonialisme. Seperti yang kita ketahui jika sejak zaman Indonesia dijajah oleh Bangsa Belanda, pusat pemerintahan kolonial Belanda berada di Batavia atau saat ini bernama Jakarta. Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono mengatakan jika konsep ibu kota yang baru nanti yaitu menggunakan konsep Kota Pancasila.
Selain alasan di atas tadi, ada alasan lain mengapa ibu kota harus segera dipindahkan yakni saat ini Jakarta merupakan pusat dari segala macam bidang, kepadatan penduduk juga terus meningkat setiap tahunnya. Tidak heran jika jumlah penduduk di Jakarta saat ini mencapai 10,3 juta jiwa (belum termasuk yang tinggal di kawasan metropolitan dan sekitarnya). Bambang juga menjelaskan dan membandingkannya dengan kota terbesar kedua di Indonesia yaitu Surabaya di mana jumlah penduduknya hanya sekitar tiga juga jiwa. Bahwa konsentrasi penduduk yang berada di Jakarta dan juga konsentrasi seluruh kegiatan ekonomi di Jakarta sudah terlalu tinggi.
Alasan berikutnya yaitu mengenai kontribusi ekonomi pulau – pulau terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia atau Produk Domestik Bruto (PDB) sebagian besar berasal dari pulau Jawa yaitu sekitar 58,48%. Dan dari wilayah Jakarta dan sekitarnya (Jabodetabek) menyumbang sekitar 20,85% dengan pertumbuhan ekonomi di pulau Jawa sendiri sebesar 5,61%. Hal juga menjadi masalah tersendiri bagi pemerintah Indonesia karena tidak meratanya perekonomian antara di Jawa dengan daerah – daerah lain di luar Jawa.
Terlebih lagi saat ini kondisi kota Jakarta yang selalu mengalami kemacetan setiap hari, masalah drainese yang buruk hingga terjadi banjir di beberapa tempat ketika musim hujan tiba, penurun permukaan tanah di sepanjang pantai utara yang berdampak pada meningkatnya permukaan air laut, serta telah berkurangnya sumber air tanah memberikan permasalahan tersendiri bagi kota Jakarta. Alasan tersebut dijelaskan oleh Bambang berdasarkan data Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek pada tahun 2017 menjelaskan jika Jakarta mengalami kerugian yang disebabkan oleh kemacetan hingga mencapai Rp100 triliun setiap tahunnya. Sedangkan berdasarkan data dari World Economic Forum tahun 2018 sekitar 95% wilayah Jakarta Utara akan tenggelam di tahun 2050.
Dampak Pindahnya Ibu Kota
Pemindahan ibu kota sudah tentu memberikan banyak perubahan meskipun tidak terjadi secara langsung. Tetapi setidaknya mengurangi beban yang selama ini ditanggung oleh Jakarta secara signifikan. Menurut Jehansyah Siregar seorang dosen Institut Teknologi Bandung yang mempelajari isu perumahan dan permukiman menjelaskan bahwa pemindahan ibu kota ke luar Jawa akan mengurangi beban Jakarta hingga 30 – 50%.
Dikutip dari Kumparan, menurut Alan Potter di dalam jurnalnya yang berjudul Locating the Government: Capital Cities and civil conflict tahun 2017 ditulis bahwa pusat pemerintahan yang berada di luar wilayah megapolitan besar tidak akan mudah didominasi oleh kepentingan dari wilayah megapolitan, hingga akhirnya akan lebih memuaskan pihak yang lebih luas serta mengurangi potensi terjadinya konflik sipil.
Mengapa Ibu Kota Baru Dipindahkan Sekarang?
Sebelum menjelaskan penyebab mengapa ibu kota harus dipindahkan, Joko Widodo sudah melakukan peninjauan terhadap beberapa tempat yang akan dipilih sebagai lokasi baru dari ibu kota. Tempat – tempat tersebut yakni Palangka Raya di Kalimantan Tengah yang memiliki luas wilayah 2.400 km2, Penajam Paser Utara di Kalimantan Timur dengan luas 3.333,06 km2 dan Tanah Bumbu di Kalimantan Selatan yang mempunyai luas 5.066,96 km2. Dengan melakukan pendataan hingga melakukan kajian selama kurang lebih tiga tahun lamanya, akhirnya diputuskan bahwa lokasi baru ibu kota paling ideal yaitu berada di sebagian Kabupaten Penajam Pasar Utara dan Kutai Kartanegara.
Ada beberapa alasan mengapa dipilih di Provinsi Kalimantan Timur, pertama resiko dari bencana alam cukup kecil seperti bencana banjir, kebakaran hutan, tsunami, gunung berapi hingga tanah longsor. Alasan kedua yaitu lokasinya cukup strategis dan berada di tengah – tengah Negara Indonesia. Ketiga lokasi ini berdekatan dengan wilayah perkotaan yang sedang berkembang yaitu Samarinda dan Balikapapan. Keempat di lokasi ini juga mempunyai infrastruktur yang relatif lengkap dibandingkan di daerah lain di Kalimantan. Dan terakhir yaitu lahan yang tersedia untuk pemerintah cukup luas sekitar 180 ribu hektar.
Dan alasan mengapa ibu kota baru dipindahkan sekarang yaitu bahwa pemerintah tidak bisa selamanya membebankan kepada Jakarta dan juga Pulau Jawa yang setiap tahunnya mengalami peningkatan dalam kepadatan penduduk. Masalah lain juga banyak dihadapi oleh Jakarta dan Pulau Jawa yaitu polusi udara, pencemaran air, kemacetan lalu lintas yang sudah saatnya mendapatkan penanganan khusus. Tidak hanya itu saja, beban perekonomian Indonesia hanya sebagian besar bergantung pada Jawa dan Jakarta. Maka tidak heran jika terjadi kesenjangan perekonomian antara yang berada di Jawa dengan luar Jawa.
Pro dan Kontra Pemindahan Ibu Kota Baru
Rencana pemindahan ibu kota memang diumumkan pada tahun 2019. Namun perencanaan tersebut baru akan dilaksanakan pada tahun 2020, sedangkan pada tahun 2021 – 2023 merupakan proses pembangunan ibu kota dan di tahun 2024 merupakan awal pemindahan pusat pemerintahan ke lokasi baru. Terlepas dari itu semua, pemindahan ibu kota menimbulkan pro dan kontra di berbagai kalangan termasuk dalam lingkup anggota dewan. Bahkan 4 anggota DPD DKI menolak keputusan tersebut dengan alasan pemindahan tersebut membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan seharusnya bisa digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Total biaya yang dibutuhkan untuk membangun ibu kota baru kurang lebih sekitar Rp466 triliun. Dana tersebut berasal dari APBN sebanyak 19% dan sisanya berasal dari Kerja sama dengan Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) serta investasi dari BUMN dan swasta.