Dalam kajian ilmu geografi sosial, permasalahan yang sering dikaji adalah pertumbuhan dan mobilitas penduduk berkaitan dengan dampak sosial yang ditimbulkan dari adanya aktifitas tersebut pada suatu wilayah. Sehingga, di era globalisasi ini sensus penduduk sangat diperlukan sekali karena perpindahan atau mobilitas penduduk di era sekarang ini sangatlah intens dan cepat.
Mobilitas penduduk ini sering disebut juga dengan transmigrasi, yaitu perpindahan penduduk dari satu wilayah yang memiliki populasi penduduk yang padat ke wilayah lain yang memiliki populasi penduduk yang sangat minim, atau bahkan tidak berpenghuni. Adapun permasalahan lain yang sering dicermati adalah beberapa faktor pendorong mengapa sejumlah penduduk melakukan perpindahan tempat tersebut.
Pengertian
Dalam mobilitas penduduk, terdapat beragam faktor pendorongnya. Salah satu faktor pendorong yang ada adalah faktor struktural. Menurut Soekanto (2007), faktor struktural adalah total jumlah relatif dari status sosial yang tinggi dalam suatu masyarakat yang memungkinkan dan harus diisi serta kemudahan untuk memperolehnya oleh seorang individu tertentu. Status sosial yang tinggi ini dapat diartikan sebagai proses berubahnya status sosial seseorang yang dahulunya tidak memiliki pekerjaan dan selanjutnya berubah menjadi seseorang yang memiliki pekerjaan dan terpandang di suatu masyarakat.
Cakupan Faktor Struktural
Faktor struktural yang menekankan pada ketersediaan lapangan pekerjaan dipengaruhi oleh sejumlah faktor lainnya yang saling terkait satu dengan lainnya. Faktor tersebut meliputi struktur pekerjaan, perbedaan fertilitas, dan ekonomi. Secara detail, berikut ini akan dijelaskan masing-masing faktor tersebut:
- Struktur pekerjaan
Faktor ini sangat terlihat jelas pada masyarakat industrialis, yaitu sistem masyarakat yang mengandalkan mata pencariannya dalam bidang industri, baik bekerja di perusahaan, pabrik, atau memproduksi sendiri bahan jadi dengan bantuan alat-alat atau mesin elektris. Pada masyarakat industri, perubahan struktur pekerjaan cenderung sangat tinggi dibandingkan dengan masyarakat agraris, yaitu masyarakat yang mengandalkan mata pencarian utamanya dalam bidang bercocok tanam, baik bahan pangan atau bahan baku. Dalam masyarakat industri, faktor struktural ini ditunjukkan dengan perluasan lapangan pekerjaan dari tingkat menengah menuju ke tingkat atas, dan dinamika yang terjadi sangat dinamis dan berlangsung dengan cepat
- Perbedaan fertilitas
Perbedaan tingkat kelahiran menunjukkan besarnya pertumbuhan populasi di suatu tempat yang berdampak pada kesesuaian ketersediaan lapangan pekerjaan yang ada. Jika dilihat dari status sosialnya, masyarakat yang hidup pada golongan rendah memiliki tingkat kelahiran yang tinggi dan biasanya mereka tinggal di lingkungan desa, atau pada tingkat kelurahan dan kota. Hal ini dikarenakan mata pencarian yang masih mengandalkan pada bidang agraris sehingga ketersediaan lapangan pekerjaan yang ada adalah mengolah lahan yang sangat luas.
Dengan demikian, lahan yang luas ini diimbangi dengan tingkat kelahiran yang tinggi guna untuk menghasilkan tenaga kerja tambahan dalam suatu keluarga yang bertujuan untuk mengolah lahan yang ada. Akan tetapi, seiring dengan bergantinya sistem masyarakat dari agraris ke industri, ketersediaan lahan yang ada semakin lama semakin menipis dan menyebabkan tidak berimbangnya tingkat kelahiran yang tinggi dengan ketersediaan lapangan pekerjaan yang ada, sehingga menyebabkan adanya urbanisasi yang salah satu pemicunya adalah mencari lapangan pekerjaan yang lebih baik di perkotaan.
- Ekonomi
Struktur masyarakat yang masih mengandalkan perekonomiannya pada bidang pertanian dan bahan baku hanya terbatas pada golongan masyarakat di tingkat bawah hingga menengah. Sehingga mobilitas sosial yang terjadi cenderung rendah karena masih banyaknya luas lahan yang dapat dikerjakan dan dapat mendukung perekonomian mereka. Sebaliknya, jika luas lahan tidak lagi mencukupi perekonomiannya, maka struktur masyarakat golongan bawah hingga menengah akan melakukan transmigrasi atau urbanisasi sebagai akibat dari faktor struktural.
Sebagai contoh, faktor struktural ini disebabkan oleh adanya ketimpangan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia dengan jumlah pelamar kerja atau lulusan di tingkat SMU atau Perguruan Tinggi yang belum terserap dengan maksimal. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai alasan yang terkait dengan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduknya dengan pemerataan lapangan kerja di seluruh daerah. Serta, tingkat keterserapan jumlah pelamar kerja ini ditentukan juga dengan ketersediaan posisi lapangan kerja yang sesuai dengan kemampuan dan keterampilan dari pelamar kerja tersebut.
Sejauh ini, di Indonesia, Pulau Jawa masih menempati daerah yang memiliki jumlah lapangan pekerjaan yang jauh lebih banyak dari wilayah lainnya. Meskipun demikian, dari tahun ke tahun, Pemerintah pusat telah berusaha melakukan pemerataan lapangan pekerjaan di wilayah lainnya dan melakukan program transmigrasi untuk mengatasi permasalahan sosial ini.
Seiring dengan perkembangan dan penelitian di bidang teknologi dan informasi, faktor struktural ini semakin terlihat jelas saat terjadinya perpindahan pola masyarakat yang mengandalkan lahan pertanian atau agraris sebagai mata pencaharian utamanya, seperti contoh di pedesaan, beralih ke pola masyarakat industri. Berbagai dampak yang ditimbulkan dari faktor struktural ini semakin terwujud dalam ketimpangan sosial dan penyakit sosial yang merebak di masyarakat perkotaan atau masyarakat yang tinggal di lingkungan industri. Maka, peran pemerintah, swasta, dan masyarakat harus bersinergi dan berkesinambungan dalam mengatasi penyimpangan permasalahan sosial atau penyakit sosial yang ditimbulkan dari faktor struktural yang mempengaruhi mobilitas penduduk ini.
Dengan demikian faktor struktural dapat timbul atau terjadi pada sistem masyarakat agraris yang berpindah ke sistem masyarakat industri. Hal ini disebabkan karena semakin menyusutnya luas lahan pertanian sebagai sumber perekonomian dan tergantikan dengan perluasan pabrik-pabrik yang secara signifikan memerlukan tenaga kerja yang banyak. Selain itu sistem masyarakat industri juga mengubah status sosial yang selama ini sudah tertata dengan baik, dengan sistem sosial yang menekankan pada hak kepemilikan pribadi dan posisi atau jabatan yang terhormat.