Memasuki penghujung tahun 2017, sekitar bulan Oktober, sebagian besar wilayah Indonesia memasuki musim penghujan yang bersifat basah. Pergantian musim kemarau ke musim hujan ini ditandai dengan bertiupnya angin barat dan terbitnya matahari di sebelah timur laut dari garis khatulistiwa atau equator. Berdasarkan dari pergerakan dan paparan sinar matahari ke atmosfer bumi dan arah angin, siklus musim hujan di Indonesia bisanya berlangsung selama 6 bulan setiap tahunnya. Akan tetapi, siklus ini seringkali mengalami perubahan yang disebabkan oleh adanya anomali cuaca karena adanya dampak El Nino dan La Nina yang menyebabkan ketidakteraturan musim beserta dampak yang ditimbulkannya.
Selama bulan Desember 2017 hingga Maret 2018, frekuensi dan intensitas curah hujan yang mengguyur di sejumlah kawasan Indonesia bagian barat dan tengah serta sebagian kecil di wilayah timur Indonesia sangat tinggi dan dapat terjadi selama satu hari penuh atau selama beberapa hari berturut-turut. Kondisi hujan dengan frekuensi dan intensitas tinggi ini tentu saja mengakibatkan timbulnya beberapa bencana hidrometeorologi yang menyebabkan kerugian material dan korban jiwa, diantaranya bencana banjir, angin puting beliung, longsor, angin puyuh, dan pohon tumbang. Beberapa kawasan di Indonesia yang mengalami intensitas curah hujan sedang hingga tinggi diantaranya dialami oleh Kota dan Kabupaten Bandung yang terletak di wilayah Propinsi Jawa Barat.
Dari letak astronomis, Bandung berada pada koordinat 6°54’53,08″ LU – 107°36′35,32″BT/6,9°LS – 107,6°BT dan terletak sekitar 768 m di atas permukaan laut, sedangkan kontur dan topografi wilayahnya sebagian besar wilayah Kota dan Kabupaten Bandung merupakan kawasan pegunungan dan bukit. Ada dua bagian dataran di Bandung, yaitu dataran tinggi di sebelah utara dengan ketinggian sekitar 1.000 m di atas permukaan air laut, dan dataran rendah di bagian selatan, yaitu sekitar 650 m diatas permukaan air laut. Selain itu, wilayah Kota dan Kabupaten Bandung berada pada aliran dua sungai besar yaitu sungai Citarum dan Cikapundung.
Berdasarkan sudut elevasi Kota dan Kabupaten Bandung yang sangat tinggi disertai banyaknya pegunungan yang membentang di wilayah Bandung maka Kota dan Kabupaten Bandung dipengaruhi iklim pegunungan yang basah, lembab, dan sejuk sehingga suhu yang tercatat di Bandung adalah sekitar 23,5° Celcius, dengan curah hujan rata-rata yang tercatat sekitar 200 mm. Dari letak geografis dan topografi wilayahnya ini, tidak mengherankan jika kawasan Kota dan Kabupaten Bandung menjadi langganan banjir setiap musim penghujan.
Berdasarkan data ilmu klimatologi dan meteorologi dari hasil pengamatan BMKG, selama tahun 2017-2018, wilayah Bandung mengalami dua kali puncak curah hujan yang tinggi, yaitu pada bulan Novmeber 2017 dan Maret 2018. Adapun beberapa penyebab banjir di Bandung, baik Kota dan sejumlah Kabupaten, yang dapat dibedakan menjadi dua sebab, yaitu klimatologis dan ekologis-humanis.
Penyebab Klimatologis
Secara klimatologis, banjir yng melanda sejumlah kawasan di wilayah Bandung berkaitan dengan adanya sejumlah perubahan yang terjadi pada beberapa unsur-unsur klimatologi yang terjadi dan berimbas pada wilayah Bandung. Unsur-unsur klimatologis ini meliputi beberapa hal, yaitu:
- Pengaruh La Nina di Samudera Pasifik. Akselerasi arus La Nina yang melemah di seputaran kawasan Samudera Pasifik menghasilkan curah hujan yang sangat tinggi hal ini sehingga menyebabkan bertambahnya kadar uap air di wilayah Bandung dan sekitarnya.
- Kenaikan suhu muka permukaan air laut di Laut Jawa. Naiknya suhu permukaan air laut di sebelah utara Jawa Barat, tepatnya di sepanjang pesisir Laut Jawa menjadikan air laut semakin hangat dan ini mengakibatkan intensitas volume uap air yang terjadi akibat penguapan semakin lebih banyak dan menghasilkan pembentukan awan-awan tebal yang mengandung debit curah hujan yang semakin banyak pula.
- Pertemuan angin (konvergensi) dan pembelokan arah angin (shareline) dari wilayah Barat Indonesia dan angin dari Samudera Hindia di atas kawasan wilayah Bandung. Pertemuan angin yang terjadi tersebut juga disertai dengan adanya konveksi yaitu pemanasan yang menyebabkan munculnya awan tipe kumulonimbus. Awan ini merupakan awan yang sering menyebabkan turunnya hujan dengan intensitas tinggi dan curah hujan yang lebat, yang biasanya disertai angin kencang.
- Siklon tropis di seputaran Samudera Hindia. Pergerakan angin siklon tropis yang ada di sebelah selatan Pulau Jawa, yaitu di atas kawasan Samudera Hindia seringkali menyebabkan timbulnya curah hujan dengan intensitas tinggi. Siklus tropis ini juga menyebabkan munculnya pembentukan awan kulumnimbus di atas wilayah Bandung yang mengakibatkan turunnya curah hujan berlebih di wilayah Kota dan Kabupaten Bandung.
Penyebab Ekologis-Humanis
Proses terjadinya banjir di sejumlah kawasan di Kota dan Kabupaten Bandung tidak dapat dipandang hanya dari faktor iklim dan anomali cuaca yang terjadi sepanjang bulan November 2017 dan Maret 2018. Sejumlah penyebab yang dikarenakan oleh lingkungan dan masyarakatnya juga memiliki andil dalam terjadinya banjir di sejumlah wilayah di Kota dan Kabupaten Bandung. Permasalahan tersebut meliputi:
- Eksploitasi Kawasan Bandung Utara. Semakin tingginya pertumbuhan dan pengembangan wilayah di Kawasan Bandung Utara yang diindikasikannya dengan meningkatnya alih fungsi lahan di Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Mangaalayang, Kota Bandung dan Cimahi mengakibatkan sejumlah dampak ekologis yang terjadi, yaitu kritisnya lahan di wilayah kerja Perhutani dan Hutan Rakyat akibat penembangan pohon yang tidak mengindahkan tata kelola yang baik dan adanya pendangkalan aliran sungai di beberapa anak sungai. Adanya eksploitasi ini menyebabkan kawasan Bandung Selatan paling parah yang terdampak adanya banjir sepanjang Maret 2018.
- Pembangunan drainase yang tidak memenuhi standar. Drainase yang buruk ini diakibatkan karena pendangkalan saluran akibat lumpur, kotoran atau sampah yang menumpuk, dan struktur drainase yang tidak dapat menampung debit aliran air pada saat terjadinya hujan deras.
- Kesadaran masyarakat sekitar aliran sungai dan saluran pembuangan air yang masih rendah terhadap bahaya banjir bandang.
Dari penyebab banjir di Bandung sepanjang Maret 2018 sebagaimana dinyatakan di atas tersebut tentu saja menimbulkan kerugian dan kerusakan baik secara material dan immaterial serta menimbulkan korban jiwa dan luka. Diantara akibat tersebut adalah rusaknya sejumlah mobil dan motor akibat tergenang air hujan dan lumpur, terendamnya sejumlah rumah dan bangunan publik akibat terjangan banjir dan luapan air yang tidak kunjung surut, hilang atau matinya hewan ternak dan piaraan, dan terganggunya aktifitas dan rutinitas warga Bandung selama terjadinya banjir.