Prinsip penanggulangan bencana merupakan suatu proses berkesinambungan untuk menangani daerah-daerah yang terkena bencana alam. Umumnya kegiatan penanggulangan bencana alam yang dilakukan meliputi perencaan hingga penanganan dimulai saat sebelum bencana sampai pada setelah terjadinya bencana. Kegiatan yang dilakukan mencangkup pencegahan, mitigasi bencana seperti mitigasi bencana banjir dan cara melakukan mitigasi bencana bumi, kesiapan dalam menghadapi bencana, penanganan darurat, dan terakhir pemulihan.
Prinsip Penanggulangan Bencana
Seluruh prosedur penanggulangan bencana sebagaimana dijelaskan di atas pada dasarnya merujuk dan harus mengarah pada prinsip-prinsip penanggulangan untuk bencana yang telah dirumuskan oleh para ahli, adapun prinsip-prinsip tersebut adalah:
1. Cepat dan tepat
Di Indonesia banyak sekali bencana, macam-macam bencana alam di Indonesia antara lain banjir, tanah longsor, gunung meletus. Sudah sewajarnya kalau penanggulangan bencana harus dilakukan secara tepat dan tepat, sebab bila tidak akan mengakibatkan lebih banyak korban dan lebih banyak kerugian.
2. Prioritas
Harus mengetahui mana yang diprioritaskan dalam prosesnya, sudah tentu jika penyelamatan nyawa harus selalu didahulukan dibandikan penyelamatan harta benda dan seterusnya berdasarkan skala prioritas.
3. Koordinasi
Merupakan bentuk koordinasi antara Pemerintah dan Masyarakat harus mampu melakukan hubungan yang baik dan saling mendukung. Penanggulangan bencana pun harus mengusung ketepaduan dalam berbagai sektor sebab tidak mungkin dilakukan oleh satu sektor saja.
4. Berdaya guna
Jangan sampai penangangan bencana hanya merupakan upaya sia-sia yang membuang waktu, tenaga, dan biaya yang tentunya sangat besar. Penanganan bencana harus berdaya guna bagi kesejahteraan masyarakat pasca bencana dan rasa trauma atas bencana yang terjadi.
5. Transparansi
Transparansi bahwa segala bentuk penangulangan bencana harus terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. Akuntabilitas maksudnya adalah pertanggungjawaban secara terbuka dan sesuai dengan etika dan hukum.
6. Kemitraan
Tidak hanya tanggung jawab pemerintah saja yang dalam menanggulangi bencana, akan tetapi semua lapisan masyarakat juga harus ikut serta. Oleh karena itu, pemerintah dan masyarakat harus mampu menjalin kemitraan yang baik. Kemitraan tersebut bisa dengan cara pemerintah bekerjasama dengan masyarakat membentuk Posdaya penanggulangan bencana di Daerah sekitar.
7. Pemberdayaan
Pemberdayaan merupakan bentuk peningkatan dan pemahaman kepada masyarakat dalam bentuk sosialisasi dan pembelajaran praktis terkait dengan langkah antisipasi, penyelamatan dan pemulihan bencana. Umumnya langkah pemberdayaan dilakukan dengan cara mengadakan pelatihan-pelatihan dan seminar mengenai bencana di kawasan rawan bencana.
8. Non diskriminatif
Adapun bentuk prinsip ini jelas bahwa tidak ada pembedaan suku, ras, agama dan budaya yang menjadikan proses penangangan bencana tidak seimbang antara satu dengan lainya. Proses penanganan bencana kepada siapa pun harus dilakukan secara adil dan seimbang.
9. Non proletisi
Maksudnya adalah larangan pemanfaat penanggulangan bencana sebagai upaya untuk meraih suatu bentuk kepentingan tertentu, seperti cara pemberian bantuan dengan tujuan memperoleh keuntungan pribadi dan lain sebagainya.
10. Ketepaduan
Dalam penanggulangan bencana tentunya tidak bisa dilakukan hanya oleh satu pihak saja, misalnya penanggulangan bencana adalah tanggungjawab Pemerintah saja. Anggapan semacam ini merupakan anggapan yang salah. Penanggulangan bencana merupakan tanggungjawab berbagai pihak dari pemerintah, masyarakat dan lembaga swadaya lainya. Oleh karena itu, penanggulangan bencana harus pula ada keterpaduan dari berbagai lini tersebut.
11. Berhasil Guna
Setiap penanggulangan bencana pasti membutuhkan yang namanya biaya, waktu dan tenaga. Penanggulangan bencana tidaklah mudah, biaya yang dikeluarkan untuk rehabilitasi dan rekontroksi sangatlah besar. Demikian halnya dengan waktu dan tenaga, penanggulangan bencana mesti menghabiskan waktu berbulan-bulan dan jumlah tenaga yang dikeluarkan juga tidak terbatas. Oleh karena itu, dalam penanggulangan bencana agar seluruh biaya, waktu dan tenaga yang dikeluarkan tidak sia-sia haruslah mampu berhasil guna yang sifatnya berkepanjangan.
12. Akuntabilitas
Dalam penanganan bencana seringkali menggunakan anggaran negara yang tidak sedikit jumlahnya. Selain anggaran negara umumnya pihak yang terkena bencana akan mendapat berbagai bantuan dari lembaga-lembaga sosial lainnya. Oleh karena itu, khususnya bagi pihak yang terlibat langsung dalam proses penanggulangan bencana setiap kegiatan yang dilakukan haruslah jelas, terarah dan dapat dipertanggungjawabkan.
Merupakan tahap paling krusial yang harus mendapat perhatian seluruh lapisan masyarakat dan pemerintah. Langkah-langkah yang dipilih pun harus tepat guna agar jumlah korban atau kerugian dapat diminimalisir. Adapun bentuknya antara lain sebagai berikut:
1. Tanggap darurat
Cara ini berkaitan dengan respon cepat dan tepat jika sewaktu-waktu terjadi bencana. Misalnya, seseorang harus tau kemana ia harus berlari saat terjadi bencana. Bagi pemerintah dan masyarakat ia harus memperhatikan hal-hal antara lain; kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda. Prosedur pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan dan pemulihan sarana dan prasarana.
2. Penanggulangan bencana
Cara ini hanya bisa dilakukan oleh para pihak yang memang memiliki pengetahuan dasar dan berfokus pada bidang penanggulangan bencana. Ia harus mengerti sifat dan skala kejadian yang sebenarnya, faktor-faktor pemicu bencana harus mampu dianalisis secara tepat. Hal-hal yang umumnya dilakukan adalah:
Proses ini sebenarnya lebih fokus pada bentuk rehabilitasi dan rekontruksi setelah suatu bencana terjadi. Adapun pengertian dari masing-masing tersebut adalah:
1. Rehabilitasi
Merupakan aspek perbaikan dan pemulihan layanan publik pada wilayah pasca bencana, tujuan utamanya adalah untuk normalisasi wilayah agar dapat berjalan secara wajar seperti sediakala mulai dari sisi pemerintahan sampai kegiatan masyarakat terkecil sekalipun.
2. Rekontruksi
Merupakan bentuk pembangunan kembali pada wilayah-wilayah pasca bencana seperti kelembagaan-kelembagaan penting, kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, serta menyentuh aspek penegakan hukum dan ketertiban. Tujuan akhirnya bangkitnya mental masyarakat pasca bencana dari trauma akan terjadinya bencana.
Bencana merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu kejadian luar biasa yang sifatnya mengancam kelangsungan hidup dari mahluk manusia, tumbuhan sampai pada lingkungan hidup. Bencana sendiri ada yang sifatnya buatan adanya yang sifatnya alami. Jika bencana tersebut sifatnya alami, maka umumnya kita menyebutnya sebagai bencana alam.
Terkait dengan bencana alam di Indonesia adalah beberapa jenis bencana yang umumnya terjadi seperti gempa bumi, tanah longsor, banjir, hama tanaman, kebakaran, kekeringan, tsunami, gunung meletus dan angin topan lain sebagainya.
Wilayah rawan bencana merupakan bentuk pemetaan oleh pemerintah dan pihak terkait mengenai potensi-potensi bencana di suatu kawasan tertentu yang diklasifikan berdasarkan jenis bencana. Adapun data wilayah rawan bencana selama kurun waktu tahun 2017 tersebut adalah sebagai berikut:
1. Banjir dan tanah longsor
Daerah rawan banjir dan longsor di Indonesia terbagi atas 4 (empat wilayah) yakni Nusa Tengara dengan jumlah kejadian sebanyak 424 (empat ratus dua puluh empat). Banten dengan jumlah kejadian 453 (empat ratus lima puluh tiga) kali, Lampung dengan jumlah kejadian 435 (empat ratus tiga puluh lima) kali, Jambi dengan jumlah kejadian sebanyak 404 (empat ratus empat) kali kejadian. Daerah lainya adalah Bukit Barisan dari Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Sumatera Selatan dan Lampung, Jawa bagian tengah dan selatan, Bali, NTT, NTB, Maluku dan Papua, Sulawesi, Papua untuk daerah yang rawan longsor. Sedangkan untuk daerah yang rawan banjir air antara lain adalah Medan dan Riau (Sungai Siak, Kampar, Rokan), Jambi (Batanghari), Banten (Cisadane), Jakarta (Ciliwung, Pesanggrahan, Angke), Jawa Barat (Sungai Citarum, Cimanuk, Citanduy). Jawa Tengah (Sungai Pemali, Bengawan Solo), Jawa Timur (Sungai Bengawan Solo, Duduk Sampean).
2. Puting Beliung/angin topan
Bencana selanjutnya yang rawan terjadi di Indonesia adalah puting beliung yang sering terjadi di 5 (lima) wilayah besar di Indonensia, yakni Bangka Belitung dengan jumlah kejadian 111 (seratus sebelas) kali, Kalimanta Utara dengan jumlah kejadian 30 (tiga puluh) kali, Maluku utara dengan jumlah kejadian 93 (sembilan puluh tiga) kali, Papua Barat dengan jumlah kejadian 28 (dua puluh delapan).
3. Gempa Bumi
Untuk daerah rawan Gempa Bumi di Indonesia terjadi di kawasan Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara, Pulau Sulawesi, Kepulauan Maluku dan Papua. Dari seluruh wilayah tersebut yang memiliki intensitas gempa paling tinggi adalah wilayah aceh sebesar 3 Skala Richter. Diantara akibat gempa bumi bagi kehidupan antara lain tsunami, tanah yang rusak dan lain sebagainya.
4. Gunung Berapi
Gunung berapi aktif di Indonesia sebanyak 127 gunung yang mengakibatkan banyaknya itensitas erupsi gunung berapi tinggi (baca juga: pengertian erupsi). Jika merujuk pada keputusan menteri ESDM No.15 Tahun 2011 terdapat tiga pembagian besar kawasan rawan erupsi gunung berapi di Indonensia yakni Kawasan Rawan I, umumnya terkena awan panas, lontaran abu vulkanik, material dan sejenisnya umunya terletak di radius 10 km ke atas dari gunung berapi. Kawasan Rawan II, dalam kawasan ini daerah yang bersangkuatan akan terkena aliran lava, guguran lava, hujan abu yang lebat dan atau gas beracun, kawasan ini berjarak radius 10 km dari gunung berapi. Kawasan Rawan III, dalam kawasan ini jika terjadi gunung berapi makan dipastikan akan terkena lahar terletak kurang dari radius 3 km dari gunung berapi. Jadi berdasarkan pembagian Kawasan Rawan gunung berapi tersebut, kawasan yang paling berbagasa adalah kawasan rawan III.
5. Kekeringan dan Kebakaran Hutan
Sebelum terjadi kebakaran umumnya daerah bersangkutan akan mengalami kekeringan terlebih dahulu (baca juga: penyebab kebakaran hutan dan cara penanggulangannya}. Menurut data Kementrian Lingkungan Hidup menyatakan setidaknya adalah 9 (sembilan) provinsi di Indonesia yang rawan kekeringan, daerah tersebut adalah Sumatera Utara, Jambi, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Utara.
6. Daerah rawan tsunami
Pada tahun 2004 di Indonesia pernah terjadi bencana Tsunami yang sangat menghebohkan dunia tepatnya di Aceh. Menurut data ESDM diantara wilayah yang berpontensi tsunami di Indonesia adalah; Aceh (Pulau Simeulue, Pantai Barat Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung dan Banten, Jawa Barat Tengah Bagian Selatan, Jawa Timur Bagian Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah-Palu, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, Maluku Selatan, Papua Utara, Kalimantan Selatan Bagian Timur, Sangata.
Demikianlah uraian mengenai cara dan prinsip penanggulangan bencana di Indonesia, selain itu ditambah dengan data wilayah rawan bencana di Indonesia. Keterkaitan di antara keduanya adalah dengan mengetahui pemetaan wilayah rawan bencana maka dengan mudah proses pencegahan, antisipasi, penanganan dalam proses penanganan bencana.
Artikel Terkait” state=”closed”
Artikel Lainnya
Siapa sangka ternyata negara Indonesia memiliki sejarah tentang letusan gunung berapi cukup banyak. Diketahui jika…
Hampir sebagian besar gunung berapi yang ada di dunia pernah mengalami erupsi atau letusan. Setiap…
Negara Indonesia merupakan negara iklim tropis dan hanya memiliki dua musim saja, yakni musim kemarau…
Gunung merupakan sebuah daerah yang sangat menonjol dibandingkan dengan sekitarnya dan dapat mencapai tinggi lebih…
Gunung memiliki keindahan dan pesonanya tersendiri terutama bagi para pecinta alam. Namun siapa sangka dibalik…
Nusa Tenggara Timur merupakan sebuah provinsi di negara Indonesia yang memiliki keindahan alam yang sangat…