Sejak merdeka, ada berbagai macam masalah yang terus dihadapi oleh Negara Indonesia. Mulai dari mempertahankan kemerdekaan dari tangan penjajah yang ingin menguasai kembali Indonesia, konflik agama, hingga perselisihan antar suku sudah tidak dapat dihindari lagi. Berbagai latar belakang menimbulkan banyak permasalahan – permasalahan baru. Tidak sedikit juga beberapa di antara masalah tersebut sudah dapat diselesaikan dengan jalan damai. Namun ada juga yang belum terselesaikan hingga saat ini.
Sebagai negara yang berdaulat dan memiliki latar belakang sejarah yang panjang, Indonesia masih terus berjuang untuk mempertahan kedaulatan tersebut. Salah satu masalah Negara Indonesia yang hingga saat ini belum terselesaikan yaitu mengenai konflik kenegaraan yang mengancam kedaulatan negara. Masalah tersebut berada di Indonesia bagian timur yang jika dilihat dari geografis cukup jauh ibu kota negara, apalagi jika bukan Papua.
Akhir – akhir ini konflik di Papua terus memanas, dan salah satunya dipicu oleh sebuah kelompok atau organisasi yang berbasis di Papua. Kelompok tersebut bertujuan ingin melepaskan diri dari Negara Kedaulatan Republik Indonesia, sama seperti yang pernah terjadi di Tanah Rencong, Daerah Istimewa Aceh beberapa tahun silam. Dan kelompok tersebut bernama Organisasi Papua Merdeka atau disingkat dengan OPM. Lalu apa itu OPM dan bagaimana organisasi tersebut bisa ada di Indonesia? Nah, untuk menjawab pertanyaan tersebut, di bawah ini akan dipaparkan mengenai OPM. Mari kita simak!
Sejarah Organisasi Papua Merdeka
Organisasi Papua Merdeka atau OPM merupakan sebuah organisasi yang didirikan pada tahun 1965, namun sudah beroperasi sejak bulan Desember 1963 memiliki tujuan mengakhiri pemerintahan Papua dan Papua Barat dan memisahkan diri dari Negara Indonesia. Gerakan OPM sangat dilarang di Indonesia sebab dapat menimbulkan penghianatan yang dilakukan oleh Provinsi Papua itu sendiri. Ada beragam cara yang dilakukan oleh OPM untuk membebaskan diri dari Indonesia, dimulai dari jalur diplomatik , melakukan upacara dengan mengibarkan bendera Bintang Kejora, hingga melakukan aksi militan yang berujung pada konflik Papua.
Awal mula dirikan OPM dimulai sejak Perang Dunia II. Saat itu Hindia Belanda membantu menyuplai minyak untuk melawan Jepang hingga berakhir dengan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Di saat itu juga Nugini Belanda atau Nugini Barat dan Australia menguasai wilayah Papua dan Nugini Britania yang menolak Jepang bersatu hingga pada akhirnya bersekutu dengan pasukan Amerika Serikat dan Australia untuk bertempur di Perang Pasifik.
Hingga adanya hubungan antara Nugini Belanda dengan Belanda yaitu mengangkat warga Papua menjadi bagian pemerintahan sampai dengan pengaktifan pemerintahan Indonesia pada tahun 1963. Sebelumnya sudah ada perjanjian di tahun 1957 antara Australia dengan Belanda yang mengatakan bahwa teritori mereka berdua lebih baik disatukan dan merdeka. Namun, tidak ada upaya pembangunan di teritori Australia serta adanya kepentingan oleh Amerika Serikat, membuat munculnya 2 wilayah berpisah dan memunculkan sebuah organisasi yang bernama Organisasi Papua Merdeka.
Seiring berjalannya waktu, OPM terus berupaya untuk mendeklarasikan kemerdekaan Papua dan rencana tersebut telah ditentukan pada tahun 1971 oleh Nicolaas Jouwe bersama dua komandan OPM yaitu Jacob Hendrik Prai dan Seth Jafeth Roemkorem. Rencana tersebut terlaksana pada tanggal 1 Juli 1971 yang dilakukan oleh Roemkorem dan Prai dengan mendeklarasikan Republik Papua Barat.
Pembentukan TPNPB
TPNPB atau Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat merupakan sayap militer dari Organisasi Papua Merdeka (OPM). TPNPB didirikan pada tanggal 26 Maret 1973 setelah dilakukan Proklamasi Kemerdekaan Papua Barat pada tanggal 1 Juli 1971 di Markas Victoria. Pembentukan dari TPNPB berdasarkan pada Konstitusi Semetara Republik Papua Barat yang telah ditetapkan pada tahun 1971 Bab V di bagian Pertahanan dan Keamanan. Sedangkan Panglima Tinggi Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat dijabat oleh Jendral Goliath Tabuni sejak tahun 2012.
Bentuk Pemberontakan Organisasi Papua Merdeka
Sejak dirikan OPM melakukan banyak aksi dengan melakukan berbagai macam teror. Salah satunya yang terjadi pada tahun 1978 dengan mengirim surat ancaman kepada perusahan pertambangan Freeport Indonesia untuk melakukan kerja sama pemberontakan. Tentu saja rencana tersebut ditolak oleh Freeport sehingga OPM mulai melancarkan aksinya terhadap Freeport dengan cara memotong jalus pipa slurry dan bahan bakar, pembakaran gudang hingga meledakan beberapa fasilitas perusahaan. Akibat kejadian tersebut Freeport mengalami kerugian hingga mencapai $123.871,23.
Di tahun 1986, Dewan Revolusi OPM atau OPMRC berusaha meraih kemerdekaan dengan jalur kampanye diplomasi internasional. Mereka bertujuan mendapatkan pengakuan secara internasional dalam upaya kemerdekaan Papua Barat di dalam forum – forum internasional seperti PBB, Forum Pasifik Selatan, Gerakan Non-Blok hingga ASEAN.
Pada tahun 1996, OPM berhasil menyandra sejumlah orang Eropa dan Indonesia. Mereka terbagi menjadi grup peneliti dan yang lain berasal dari kamp hutan. Namun dua sandra dari grup peneliti berhasil dibunuh sedangkan sisanya dibebaskan.
Di Bulan Juli 1998, bendera Bintang Kejora berhasil dikibarkan oleh OPM di atas menara air di Kota Biak di Pulau Biak. OPM berhasil menguasai tempat tersebut selama beberapa hari hingga akhirnya militer Indonesia berhasil membubarkannya. Salah satu tokoh OPM, Filep Karma berhasil ditangkap.
Pada tanggal 8 April 2012, OPM berhasil menyerang sebuah pesawat milik Trigana Air setelah melakukan pendaratan di Bandara Mulia, Puncak Jaya, Papua. Ada sekitar 5 militan bersenjata OPM melepaskan tembakan ke arah pesawat secara tiba – tiba hingga pesawan kehilangan kendali dan menabrak sebuah bangunan. Seorang jurnalis Papua Pos bernama Leiron Kogoya tewas setelah tertembak di bagian leher. Pilot Beby Astek dan Kopilot Willy Resubun terluka oleh pecahan peluru, seorang ibu rumah tangga terluka di lengan kanan bersama anaknya berusia 4 tahun yang terluka di lengan kiri.
Dan konflik terbaru pada bulan Agustus 2019 yaitu kasus ujaran rasis terhadap mahasiswa Papua yang berada di Surabaya. Masalah tersebut berujung pada aksi demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat Papua di Manokwari dan Sorong pada hari Senin, 19 Agustus 2019. Aksi demo tersebut berlangsung ricuh hingga membakar gedung DPRD dan juga merusak fasilitas umum. Di tempat lain, terjadi pengibaran bendera Bintang Kejora di Fakfak pada tanggal 21 Agustus 2019. Kepala Kepolisian Sektor Fakfak, Ajun Komisaris Besar Deddy Four Millewa mengatakan jika pengibaran bendera Bintang Kejora menjadi penyebab kerusuhan pada hari Rabu tanggal 21 Agustus tersebut. Beliau mengatakan jika OPM berhasil mendirikan bendera Bintang Kejora dan juga memaksa Bupati Fakfak turut memegang bendera. Di lain pihak terdapat sekelompok warga yang tergabung dalam Masyarakat Barisan Merah Putih meminta OPM untuk menurunkan bendera tersebut. Akan tetapi mereka menolak hingga akhirnya timbul saling serang antar kedua kelompok.