Proses terjadinya siang dan malam merupakan fenomena alam abadi yang dialami oleh makhluk hidup yang tinggal di atas planet, terutama rumah kita bersama, Planet Bumi. Dari atas Bumi, kita mengalami waktu siang pada saat matahari terlihat, dan malam menandakan ketidak-hadiran matahari di langit.
Sudah diketahui oleh sebagian besar manusia di Bumi bahwa hal ini terjadi karena Bumi berputar pada porosnya. Bila dilihat dari kutub utara, Bumi berputar sesuai dengan arah putaran jarum jam; barat ke timur. Namun ketika dilihat dari kutub selatan, Bumi berputar berlawanan dengan arah putaran jarum jam. Aktivitas ini menyebabkan matahari terbit di timur dan terbenam di barat.
Rotasi Bumi yang berdurasi 24 jam ini adalah salah satu aspek penting yang membuat planet kita sangat bersahabat untuk hidup di atasnya. Karena faktor ini membuat sebagian besar bagian dari Bumi terasa nyaman untuk ditinggali mulai dari suhu udara, cuaca.
Setiap planet di dalam sistem tata surya ini memiliki waktu rotasi yang unik. Merkurius yang kecil, yang berputar paling dekat dengan matahari ini membutuhkan 59 hari waktu Bumi untuk berotasi sekali. Venus, planet kedua berotasi ke arah berlawanan dari arah orbitnya mengelilingi matahari, begitu juga dengan Uranus dan planet kurcaci, Pluto.
Sumbu Bumi tidak tegak lurus, namun mengalami sedikit kemiringan sebesar 23,5 derajat dari sumbunya. Efek dari miringnya sumbu rotasi Bumi ini adalah pembagian waktu yang tidak setara antara siang dan malam. Andai sumbu Bumi tegak lurus dengan matahari, maka semua tempat di Bumi akan mengalami pembagian waktu yang setara antara siang dan malam (12 jam waktu siang, 12 jam sisanya untuk malam hari) setiap hari, sepanjang tahun dan tidak akan ada keberagaman musim.
Namun berhubung miringnya sumbu Bumi tersebut, salah satu belahan Bumi lebih condong menghadap matahari, sementara sisi yang lainnya menjauhi matahari. Bagian yang condong kepada matahari ini akan mengalami lebih banyak waktu siang serta suhu yang lebih hangat, dan yang lainnya akan mengalami lebih banyak waktu malam serta suhu yang lebih dingin.
Faktor kemiringan sumbu Bumi ini yang membuat siang dan malam menjadi begitu berbeda dan unik di wilayah kutub utara dan selatan. Selama revolusi Bumi pada waktu mengelilingi Matahari sepanjang tahun, sinar matahari yang mencapai Kutub Utara hanya berlangsung dari bulan Maret hingga September. Kemudian, di Kutub Utara, satu hari berlangsung hingga enam bulan di daerah lain di Bumi. Sebaliknya, Matahari pun terbit di bulan September di Kutub Selatan dan tenggelamnya pada bulan Maret. Jadi dalam setahun, wilayah Kutub hanya memiliki satu hari saja.
Titik Balik Matahari
Kira-kira pada bulan Juni 2011, belahan Bumi utara mengalami hari yang sangat panjang sehubungan dengan titik balik matahari di musim panas. Pada saat itu belahan Bumi selatan sedang mengalami perpanjangan musim dingin.
Jadi, kenapa kita menyebutnya hari terpendek dalam setahun pada saat titik balik di musim dingin, dan hari terlama dalam setahun saat titik balik di musim panas? Apakah kita kehilangan beberapa waktu di musim dingin dan secara ajaib kelebihan waktu di musim panas?
Sesungguhnya kita tidak kehilangan waktu maupun kelebihan waktu. Kita hanya mengalami siang hari yang lebih panjang di musim panas, dan tidak mendapatkan sinar matahari yang lebih banyak di musim dingin pada hari itu. Namun, efek hari yang lebih panjang ini tidak terlalu memengaruhi penduduk Bumi yang tinggal di sepanjang garis kathulistiwa. Walau begitu kita masih dapat melihat adanya pergeseran letak matahari di langit, walau hanya sedikit.
Pada tahun 2018, 21 Juni adalah hari terlama bagi siapapun yang hidup di belahan Bumi utara dari Kathulistiwa. Sementara itu tahun ini pada tanggal 21 Desember, titik balik matahari akan terjadi di musim dingin. Mengakibatkan waktu malam hari yang lebih lama, terutama di belahan Bumi utara. Ini adalah gambaran mengenai wilayah Bumi pada saat terjadi titik balik matahari di musim dingin.
Hal menarik lainnya mengenai siklus siang dan malam adalah, semakin lama waktu semakin melambat. Hal ini berhubungan dengan efek gelombang pasang surut yang dipengaruhi Bulan terhadap rotasi Bumi, menyebabkan siang hari lebih lama (secara marginal). Menurut jam atom di seluruh dunia, satu hari di waktu modern ini hanya berbeda sekitar 1,7 milidetik lebih lama daripada satu abad lalu. Perubahan ini tentu akan mengakibatkan pergeseran perpanjangan waktu yang lebih lebar di masa depan.
Kenapa Bumi dan Planet Lainnya berotasi?
Jawaban atas pertanyaan ini akan membantu kita untuk memahami bagaimana tata surya terbentuk. Nyaris lima miliar tahun yang lalu, sistem tata surya kita memulai dalam bentuk awan besar yang terdiri dari debu dan gas. Awan ini kemudian mulai runtuh, merata menjadi piringan raksasa yang berputar semakin cepat. Pada akhirnya matahari terbentuk di tengah-tengah, kemudian gas dan debu sisanya yang masih berputar itu merapat membentuk planet, satelit, asteroid, dan komet. Ini juga merupakan alasan kenapa banyak sekali benda angkasa yang mengorbit mengelilingi matahari dalam arah yang sama; karena mereka terbentuk dari elemen yang sama.
Ketika planet-planet terbentuk, sistem tata surya kita tidak berada dalam kondisi yang stabil. Potongan materi dan objek dari beragam ukuran seringkali berbenturan dan kadang tersangkut satu sama lain, beberapa saling menyapu, menghancurkan yang lain jadi beberapa kepingan. Kadang medan gravitasi dari objek yang besar akan menyedot objek yang lebih kecil di orbit. Bisa jadi inilah alasan beberapa planet mendapatkan satelit mereka.
Eratosthene dan Rotasi Bumi
Seorang cendekiawan Yunani, adalah orang pertama yang mengetahui kondisi Bumi sebagai planet dalam sistem tata surya; hanya dengan menggunakan ilmu matematika dan fisika. Dia adalah orang pertama yang menghitung keliling Bumi. Dia memperhitungkan keliling ini dengan cara membandingkan bayangan matahari di siang hari dalam sumur yang dalam, yang berlokasi di Syene dan Alexandria
Dia menyatakan bahwa keliling Bumi ini sekitar 250.000 stadia (satuan yang dipakai di zaman itu, terutama Yunani. Satu Stadia itu setara dengan 660 kaki, atau 201,168 meter). Dia juga sanggup menghitung jarak Bumi ke Matahari dan Bulan, dan juga mengetahui kemiringan dari sumbu Bumi.
Jadi pada masa itu, dia sudah menyimpulkan bahwa peristiwa terjadinya siang dan malam tidak disebabkan karena adanya Dewa Matahari yang muncul, namun karena planet kita berotasi pada sumbunya. Demikian artikel proses terjadinya siang dan malam. Semoga bermanfaat.