Ada berbagai macam tipe gunung yang ada di dunia ini. Namun, secara garis besar gunung terbagi atas 2 jenis yaitu gunung api aktif dan gunung api tidak aktif atau mati. Di Indonesia keberadaan kedua jenis gunung tersebut cukup banyak jumlahnya. Dari kedua jenis gunung tersebut yang perlu diwaspadai yaitu gunung api.
Perlu diketahui juga jika Indonesia berada di atas 3 lempeng tektonik dan salah satunya termasuk lempeng teraktif di dunia. Tidak heran jika Indonesia terutama di sepanjang kawasan yang dekat dengan Samudra Hindia sering mengalami gempa bumi. Selain itu, pertemuan antara lempeng benua dan juga lempeng samudra mengakibatkan adanya gaya angkat atau endogen ke atas permukaan bumi. Lapisan bumi yang terangkat itulah akhirnya membentuk beberapa gunung berapi di Indonesia. Jika dirangkai pertemuan antar dua lempeng tersebut bisa mencapai panjang hingga ke Amerika Selatan. Rangkaian pegunungan tersebut membentuk cincin sehingga tidak heran digunakan istilah ring of fire atau cincin gunung api pada daerah pertemuan kedua lempeng tektonik tersebut.
Di Indonesia persebaran gunung api dimulai dari pantai Sumatera bagian barat, selatan Pulau Jawa, Bali, hingga sampai pada Pulau Lombok dan Sumbawa. Salah satu gunung api yang baru – baru ini mengalami erupsi pada tanggal 26 Juli 2019 tidak lain yaitu Gunung Tangkuban Parahu. Pada penjelasan kali ini akan dibahas mengenai penyebab, dampak yang diakibatkan Gunung Tangkuban Parahu saat erupsi terjadi hingga bagaimana cara penanggulangannya. Mari kita simak penjelasannya di bawah ini.
Penyebab Terjadinya Erupsi Gunung Berapi
Sekitar pukul 15:48 WIB tepatnya pada tanggal 28 Juli 2019, Gunung Tangkuban Parahu mengalami erupsi. Tidak heran beberapa wisatawan yang sedang berada di sekitar kawasan Gunung Tangkuban Parahu mendadak panik dan segera bergegas untuk keluar dari kawasan tersebut demi menyelamatkan diri. Saat erupsi sedang terjadi, hampir keseluruhan kawasan di Gunung Tangkuban Parahu diselimuti oleh abu berwarna hitam yang berasal dari dalam gunung.
Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi atau disingkat dengan sebutan PVMBG mengatakan penyebab dari terjadinya erupsi Gunung Tangkuban Parahu di Bandung yang terjadi pada hari Jumat tersebut yaitu karena berkurangnya pasokan air yang berada di kawasan gunung. Perlu diketahui jika saat peristiwa terjadi, Indonesia sedang mengalami musim kemarau sehingga ketersediaan air di beberapa tempat berkurang jumlahnya. Di sepanjang bulan Juni hingga Juli 2019 sudah terpantau gempa uap air dan juga asap, diduga kejadian tersebut sebagai akibat berkurangnya air tanah sebagai efek dari perubahan musim. Akibatnya air tanah tersebut mudah mengalami pemanasan dan berakibat terjadi erupsi pendek. Hal itu dapat dilihat dari material yang dikeluarkan oleh Gunung Tangkuban Parahu berupa lumpur dingin berwarna hitam pekat pada Kawah Ratu. Peristiwa serupa juga pernah terjadi yaitu sekitar tahun 2017 dan 2018.
Dampak Erupsi Gunung Tangkuban Parahu
Erupsi Gunung Tangkuban Parahu termasuk ke dalam letusan freatik atau letusan yang bisa kapan saja terjadi dan berlangsung secara tiba – tiba tanpa memberikan tanda – tandanya terlebih dahulu. Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api, Gede Suantika menjelaskan bahwa Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi memprediksi jika letusan Gunung Tangkuban Parahu ini hampir sama saat terjadi letusan pada bulan Oktober 2013 yang berlangsung selama seminggu. Akibatnya adanya larangan untuk memasuki kawasan Gunung Tangkuban Parahu bagi siapapun pada jarah 1,5 km dari radius kawah.
Tercatat jika gunung telah mengalami peningkatan sejak tanggal 21 Juli hal tersebut telah dibuktikan dari adanya gempa hembusan sebanyak 425 kali. Hingga puncaknya terjadi pada tanggal 26 Juli, Gunung Tangkuban Parahu erupsi dan menghasilkan asap pekat berwarna abu – abu kehitaman yang mencapai ketinggian 200 meter di atas puncak gunung atau sekitar 2.284 meter di atas permukaan laut. Saat erupsi terjadi PVMBG mengatakan jika kolam abu berwarna kelabu dan juga erupsi tercatat di seismograf dengan lama durasi sekitar 5 menit 30 detik.
Ada dampak yang diberikan dari erupsi ini yaitu abu vulkanik yang dikeluarkan oleh Gunung Tangkuban Parahu. Abu tersebut bisa memberikan ancaman kesehatan cukup serius seperti pada kulit dan saluran pernafasan. Abu vulkanik mengadung silika, mineral dan juga batuan, untuk orang yang memiliki kulit sensitif abu vulkanik dapat menyebabkan alergi. Sedangkan jika abu tersebut terhirup bukan tidak mungkin akan menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan. Selain mengeluarkan asap berwarna abu – abu pekat dan beberapa material debu hitam, dampak lain dari erupsinya Gunung Tangkuban Parahu yaitu tidak perlu dikhawatirkan yaitu tidak adanya potensi untuk memicu pergerakan patahan Lembang sebab erupsi gunung yang terjadi termasuk erupsi kecil.
Cara Penanggulangan Erupsi Gunung Tangkuban Parahu
Bencana alam memang tidak dapat diperkirakan sebelumnya, termasuk saat erupsi gunung terjadi. Meskipun begitu kita harus siap siaga jika bencana erupsi gunung sedang berlangsung. Adapun cara yang bisa dilakukan saat erupsi gunung, antara lain:
Itulah beberapa hal mengenai erupsi Gunung Tangkuban Parahu. Semoga warga sekitar selalu waspada.
Siapa sangka ternyata negara Indonesia memiliki sejarah tentang letusan gunung berapi cukup banyak. Diketahui jika…
Hampir sebagian besar gunung berapi yang ada di dunia pernah mengalami erupsi atau letusan. Setiap…
Negara Indonesia merupakan negara iklim tropis dan hanya memiliki dua musim saja, yakni musim kemarau…
Gunung merupakan sebuah daerah yang sangat menonjol dibandingkan dengan sekitarnya dan dapat mencapai tinggi lebih…
Gunung memiliki keindahan dan pesonanya tersendiri terutama bagi para pecinta alam. Namun siapa sangka dibalik…
Nusa Tenggara Timur merupakan sebuah provinsi di negara Indonesia yang memiliki keindahan alam yang sangat…