Leonids adalah hujan meteor yang sangat deras, yang puing-puingnya berasal dari Komet Tempel-Tuttle. Namanya berasal dari konstelasi Leo, dimana titik pendaran hujan meteor ini datang. Hujan meteor ini berpuncak di bulan November, tepatnya 6-30 November. Puncaknya terjadi pada tanggal 17 November.
Bumi bergerak melewati arus partikel meteoroid sisa-sisa dari pengikisan komet ketika berada cukup dekat dengan matahari. Arus itu membentuk partikel yang solid, dikenal sebagai meteoroid, sebagai gas beku ketika berada cukup dekat dengan orbit Jupiter. Leonid bergerak dengan cepat, berkesinambungan dengan jalur Bumi dalam kecepatan 72 km/detik. Leonid yang berukuran lebih besar, kurang lebih 10 mm memiliki massa setengah gram dan meteoroid seperti ini yang menghasilkan meteor terang. Proses terjadinya hujan meteor Leonid yang turun per tahunnya bila dikumpulkan dari seluruh Bumi bisa berjumlah 12-13 ton.
Meteoroid sisa-sisa dari reruntuhan komet terkumpul di orbit yang sama dengan sisa-sisa komet lainnya. Mereka secara berbeda terusik oleh planet lain, terutama planet Jupiter dan pada kasus langka, mengalami tekanan radiasi dari matahari. Peristiwa ini disebut dengan efek Povnting-Robertson, dan efek Yarkovsky. Kumpulan Meteoroid ini mengakibatkan hujan meteor ketika bertabrakan dengan Bumi. Jejak lama biasanya tidak padat dan membentuk hujan meteor dengan rasio yang sedikit dalam satu menit.
Sebaliknya, kumpulan meteoroid yang baru terbentuk berkondisi cukup padat dan mengakibatkan ledakan hujan meteor ketika bertabrakan dengan Bumi. Badai hujan meteor bisa mencapai 1000 meteor dalam satu jam.
Kebanyakan dari bintang jatuh dalam Leonid adalah hasil dari material-material kecil seukuran butiran pasir atau kacang yang terempas lepas dari komet induknya dan mengembara di ruang hampa udara selama berabad-abad. Leonid berasal dari Koment Tempel-Tuttle yang mengorbit mengelilingi matahari kemudian berputar lagi ke luar dari sistem tata surya.
Menurut catatannya, hujan meteor itu berdurasi singkat dan tidak terlihat di Eropa. Meteor tersebut berpen dari dari sebuah titik di konstelasi Leo dan dia berspekulasi bahwa meteor itu telah berasal dari awan atau partikel di angkasa. Catatan pada tahun 1866 menyatakan ada ratusan hujan meteor Leonid dalam satu menit atau beberapa ribu perjam di Eropa. Leonid kemudian terlihat lagi pada tahun 1867, ketika cahaya bulan meredam jumlah meteor yang terlihat menjadi 1000 per jam.
Penampakan lain yang terlihat dari hujan meteor Leonid di tahun 1868 mencapai intensitas 1000 per jam di langit yang gelap. Ketika badai meteor itu tidak terlihat lagi di tahun 1899, semua orang berpikir bahwa badai telah berlalu dan badai meteor ini tidak akan pernah terjadi lagi.
Fenomena Leonid memang sempat mereda selama 100 tahun antara tahun 1866-1966. Para Astronom menduga bahwa badai meteor Leonid tahun 1899 tidak terlalu mengesankan publik. Hingga akhirnya di tahun 1910 terlihat ada komet benderang di langit sehingga masyarakat kembali penasaran terhadap fenomena tersebut.
NASA mengklasifikasikan meteor Leonid sebagai meteor yang terang, berwarna dan salah satu dari meteor berkecepatan tinggi. Meteor-meteor ini tampak seterang bintang. Kecepatan umum dari satu meteor Leonid adalah sekitar 71 km/detik. Kadang kala terlihat juga bola api meteor yang diproduksi oleh Leonid, yang mana jauh lebih terang daripada meteor lain dan bisa memiliki sederetan warna indah yang dapat disaksikan selama beberapa detik.
Kurang lebih sekitar 33 tahun sekali, Leonid dapat menghasilkan badai meteor di beberapa lokasi di Bumi. NASA mendefinisikan salah satu dari badai ini sebagai situasi di mana meteor jatuh dalam rata-rata paling tidak 1000 meteor dalam satu jam, atau sekitar 16-17 dalam satu menit. Terakhir kali terjadi badai meteor terlihat di tahun 2002, namun tidak seluar biasa yang terjadi di tahun 1966. Seorang pengamat bernama James Young mengingat ada 50 meteor yang jatuh dalam satu detik dari titik pengamatannya yang berlokasi di California.
Mikhail Maslov memprediksikan ada sejumlah outburst (ledakan hujan meteor) yang akan terjadi di tahun 2034 dan 2035. Kemudian, menganalisa dari aktivitas komet Tempel-Tuttle, pada tanggal 17 November tahun ini diperkirakan ZHR mencapai 150-250 meteor di 18 November, dan ZHR 300-400 meteor pada tanggal 19 November.
Hujan Meteor Leonid di Indonesia
Pada tahun 2018, Leonid akan memuncak pada malam hari di tanggal 17 November dan subuh tanggal 18 November. Leonid mendapatkan namanya dari Konstelasi Leo, karena dia berpendar dari arah Leo. Pakar NASA, Bill Cooke mengatakan bahwa Leonid dapat dilihat di segala penjuru langit. Namun bila kita menghadap ke arah konstelasi tersebut, kita akan melewatkan meteor berekor panjang.
Walau hujan meteor bisa jadi lebih mudah ditonton dari daerah Bumi belahan utara, namun penikmat langit di bagian selatan Bumi juga bisa melihat pertunjukan spektakular tersebut. Walau tidak sebaik apa yang terlihat dari Bumi belahan utara, namun masih indah untuk ditonton.
Fenomena Hujan Meteor Leonid
Demikian penjelasan mengenai hujan meteor leonid. Jangan lupa untuk menyaksikannya pada bulan November 2018 nanti.
Siapa sangka ternyata negara Indonesia memiliki sejarah tentang letusan gunung berapi cukup banyak. Diketahui jika…
Hampir sebagian besar gunung berapi yang ada di dunia pernah mengalami erupsi atau letusan. Setiap…
Negara Indonesia merupakan negara iklim tropis dan hanya memiliki dua musim saja, yakni musim kemarau…
Gunung merupakan sebuah daerah yang sangat menonjol dibandingkan dengan sekitarnya dan dapat mencapai tinggi lebih…
Gunung memiliki keindahan dan pesonanya tersendiri terutama bagi para pecinta alam. Namun siapa sangka dibalik…
Nusa Tenggara Timur merupakan sebuah provinsi di negara Indonesia yang memiliki keindahan alam yang sangat…