Beberapa saat yang lalu tepatnya pada tanggal 22 Desember 2018, Anak Gunung Krakatau mengalami erupsi yang menyebabkan longsornya sebagian bagian gunung ke dalam laut dan menyebabkan tsunami di Selat Sunda. Pergeseran bebatuan dipercaya merupakan faktor utama penyebab terjadinya tsunami yang berbahaya. Gunung Anak Krakatau termasuk ke dalam gunung api yang masih aktif hingga saat ini. Gunung Anak Krakatau merupakan kaldera yang berasal dari letusan erupsi Gunung Krakatau yang terjadi pada abad ke 19.
Erupsi yang terjadi tahun 1883 menyebabkan runtuhnya struktur utama dari Gunung Krakatau. Dari bekas terjadinya letusan tersebut muncul Gunung Anak Krakatau. Gunung Anak Krakatau berada di sekeliling lautan, sehingga ada kemungkinan besar terjadi interaksi antara material panas dari dalam gunung dengan air laut. Sehingga menghasilkan banyak uap air dan erupsi yang kacau.
Jika di lihat dari atas, Pulau Anak Krakatau terlihat seperti pulau kecil yang diselimuti oleh material vulkanik. Oleh karena itu lebih dikenal dengan sebutan Gunung Anak Krakatau, sebab sebagian besar bagian pulau tersebut berbentuk gunung. Untuk mengetahui bagaimana proses terbentuknya Gunung Anak Krakatau, kita harus mengetahui sejarah awal mula Gunung Anak Krakatau terlebih dahulu.
1. Sejarah Terbentuknya Gunung Krakatau
Mungkin sebagian dari kita berpikir jika letusan Gunung Krakatau yang terjadi pada tahun 1883 merupakan letusan terbesar kala ini. Tercatat sekitar 36.000 orang meninggal dunia akibat erupsi Gunung Krakatau. Tidak hanya itu, abu vulkanik yang dilontarkan mencapai ketinggian 24 kilometer.
Menurut sejarah, dahulu terdapat Gunung Krakatau Purba yang mengalami erupsi sangat dasyat. Konon letusan tersebut mengakibatkan terpisahnya Pulau Jawa dan Pulau Sumatra. Cerita tersebut tercatat dalam naskah jawa kuno “Pustaka Raja Parwa” yang ditulis pada awal abad ke 5 Masehi.
Di dalam naskah tersebut tertulis Gunung Batuwara yang disimpulkan oleh Berend George Escher seorang ahli Belanda adalah sebagai Gunung Krakatau Purba. Isi naskah tersebut menceritakan adanya suara gemuruh yang berasal dari Gunung Batuwara, kemudian terjadi gempa bumi, kegelapan, petir dan kilat. Lalu datang hujan badai yang mengerikan. Lalu datang banjir besar yang berasal dari Gunung Batuwara yang mengalir ke timur menuju Gunung Kamula. Air tersebut menenggelamkan dan membuat pulau Jawa terpisah menjadi dua.
Saat itu, Gunung Krakatau Purba memiliki tinggi sekitar 2.000 meter di atas permukaan laut dan memiliki lingkaran pantai mencapai 11 km. Erupsi tersebut berlangsung selama kurang lebih 10 hari dan mengeluarkan material sekitar 1 juta ton per detik.
Gunung Krakatau Purba yang meletus tersebut menyisakan sebuah kaldera atau kawah besar yang berada di bawah laut. Sedangkan tepi kawahnya membentuk tiga pulau yaitu Pulau Rakata, Pulau Panjang, dan Pulau Sertung. Dari kaldera tersebut, muncullah Gunung Krakatau yang akhirnya meletus pada tahun 1883. Di tempat bekas Gunung Krakatau meletus, pada tahun 1928 muncul kembali sebuah gunung yang dinamakan sebagai Gunung Anak Krakatau. Dan pada tanggal 22 Desember 2018, Gunung Anak Krakatau kembali meletus.
2. Lokasi Gunung Anak Krakatau
Sebagian besar orang berpendapat bahwa lokasi Gunung Anak Krakatau berada di Selat Sunda. Pernyataan tersebut tidak salah mengingat telah terjadi tsunami di Selat Sunda yang terjadi pada bulan Desember 2018 silam. Namun, di mana lokasi spesifik dari Gunung Anak Krakatau tersebut? Seperti yang telah diketahui sebelumnya, Gunung Krakatau muncul setelah meletusnya Gunung Krakatau Purba pada abad ke 5 M. Setelah Gunung Krakatau meletus pada tahun 1883, muncul kembali gunung baru yang diberi nama Gunung Anak Krakatau.
Gunung Anak Krakatau muncul di antara bekas Gunung Danan dan Gunung Perbuwatan. Sedangkan Gunung Danan dan Gunung Perbuwatan muncul bersamaan dengan Gunung Rakata. Saat ini Gunung Danan dan Gunung Perbuwatan sudah hancur akibat letusan Gunung Krakatau pada tahun 1883.
3. Karakteristik Pulau Anak Krakatau
Pulau Anak Krakatau masuk ke dalam deret kepulauan yang terdiri atas pulau-pulau kecil yaitu Pulau Krakatau Besar (Rakata), Pulau Krakatau Kecil (Panjang), Pulau Anak Krakatau dan Pulau Sertung. Selain Pulau Anak Krakatau, pulau-pulau tersebut merupakan sisa dari pembentukan kaldera Gunung Krakatau, sedangkan Pulau Anak Krakatau tumbuh menjadi gunung berapi. Beberapa ahli gunung api dari berbagi belahan dunia telah melakukan pengamatan pada Gunung Anak Krakatau. Beberapa sampel tanah diambil dari Pulau Rakata, Pulau Panjang, Pulau Sertung dan Pulau Anak Krakatau, setelah dilakukan pengujian laboratorium diperoleh hasil bahwa tanah tersebut mengandung silika, belerang, kalsium, kalium, magnesium, dan fosfor cukup banyak.
Tanah di Kepulauan Krakatau masih termasuk tanah muda dan masuk ke dalam ordo Entisol (berpasir) yang memiliki humus tipis di bagian lapisan atas saja. Terdapat perbedaan yang cukup signifikan untuk vegetasi yang ada di Rakata, Panjang dan Sertung. Namun, ketiga pulau tersebut sudah didominasi oleh vegetasi hutan sekunder. Sangat berbeda dengan Anak Krakatau yang hanya ditumbuhi oleh rumput dan cemara laut.
4. Fakta-fakta Lain Tentang Gunung Krakatau
Sekian informasi mengenai Gunung Krakatau dan Anak Krakatau. Semoga bermanfaat.
Siapa sangka ternyata negara Indonesia memiliki sejarah tentang letusan gunung berapi cukup banyak. Diketahui jika…
Hampir sebagian besar gunung berapi yang ada di dunia pernah mengalami erupsi atau letusan. Setiap…
Negara Indonesia merupakan negara iklim tropis dan hanya memiliki dua musim saja, yakni musim kemarau…
Gunung merupakan sebuah daerah yang sangat menonjol dibandingkan dengan sekitarnya dan dapat mencapai tinggi lebih…
Gunung memiliki keindahan dan pesonanya tersendiri terutama bagi para pecinta alam. Namun siapa sangka dibalik…
Nusa Tenggara Timur merupakan sebuah provinsi di negara Indonesia yang memiliki keindahan alam yang sangat…