Banyak orang mengira jika lahan dan tanah memiliki definisi yang sama. Padahal kenyataannya kedua istilah tersebut sangatlah berbeda. Tanah erat kaitannya dengan material dan juga bagian dari tanah itu sendiri yang terfokus pada sifat fisik tanah baik secara kimiawi maupun organik. Sedangkan lahan lebih menekankan pada pemanfaatan atau penggunaan yang berasal dari bentang tanah yang dikenal dengan istilah ruang.
Pengertian lain dari lahan yaitu segala macam hal yang berada di muka daratan termasuk gejala yang ada di bawah permukaan daratan, memiliki keterkaitan dengan pemanfaatannya untuk manusia. Sehingga dapat disimpulkan bahwa lahan adalah sebuah bentang alam yang menjadi modal utama dalam melakukan kegiatan dan juga tempat berlangsungnya segala macam aktivitas dengan cara memanfaatkan lahan tersebut.
Sehingga dapat didefinisikan jika tata guna lahan merupakan upaya untuk mengatur penggunaan lahan secara rasional agar tercipta keteraturan dalam penggunaan tanah berdasarkan pengaturan kelembagaan yang berkaitan dengan pemanfaatan tanah demi sistem yang adil untuk masyarakat.
Berdasarkan UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, peran penatagunaan lahan memiliki peran yang amat penting, tidak hanya sebagai ruang fungsional sebagai tempat berlangsungnya segala macam kegiatan namun juga sebagai wujud teritori atau wilayah yang berdaulat secara politik. Lahan merupakan sebuah objek yang memiliki peran penting, sebab ialah input atau masukan dan juga produk dari proses perencanaan.
Input di sini artinya modal dasar dari pembentukan ruang sebagai tempat dari aktivitas yang mempunyai nilai ekonomi penting untuk pembentukan sebuah pemukiman yang kompleks. Lahan sebagai produk artinya kegiatan perencanaan menghasilkan sistem tata ruang serta pengelolaannya menghasilkan lahan yang tertata.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memahami penggunaan lahan yaitu:
Dalam hal ini lahan mendukung pertumbuhan kawasan yang didorong pertumbuhan penduduk serta ekspansi ekonomi. Peningkatan jumlah penduduk dan ekspansi ekonomi berdampak pada peningkatan kompleksitas fungsi di kawasan. Sebagai contoh yang terjadi di kawasan pedesaan. Di kawasan ini jumlah penduduk sangat sedikit sehingga sebagian besar didominasi oleh kegiatan agraria dan juga fungsi pendukung agraria seperti perdagangan bibit, koperasi, obat – obatan dan lain sebaginya, serta fungsi pemukiman seperti puskesmas, fasilitas pendidikan dan lain sebagainya.
Jika dibandingankan dengan kawasan di perkotaan, jumlah penduduk sangat tinggi sehingga terpaksa melakukan efisiensi pada penggunaan lahan untuk melakukan berbagai macam kegiatan ekonomi. Kemungkinan untuk melakukan kegiatan agraria sangat kecil (terdapat keterbatasan lahan), lebih banyak kawasan industri, berbagai macam pusat perdagangan, sekolah hingga perkantoran yang layanannya membawahi beberapa desa di sekitarnya. Sehingga dapat dikatakan jika kawasan perkotaan memiliki kompleksitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan pedesaan.
Dikatakan sistem sebab terdapat pola yang saling berhubungan antara aktivitas satu dengan aktivitas yang lain, sehingga menimbulkan aktivitas pergerakan. Sebagai contoh yang terjadi pada lahan yang berfungsi sebagai perumahan, kawasan ini akan mempunyai interaksi tinggi jika dibandingkan dengan lahan yang berfungsi sebagai pendidikan ataupun perkantoran. Sebab kawasan perumahan harus mendukung segala macam hal yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan harian, sehingga harus tersedia kawasan – kawasan pendukung.
Tidak semua lahan bisa dimanfaatkan sebagai kawasan pemukiman ataupun ekonomi. Seperti yang terdapat di kawasan pegunungan dan sungai yang keberadaan kawasan tersebut harus dijaga dan dilindungi.
Sebab tidak hanya dilihat dari aspek fungsional dan ekonominya saja, namun lahan juga bisa dilihat dari estetikanya. Aspek ini ternyata penting untuk memberikan kualitas lingkungan yang mendukung berbagai macam kegiatan rekreatif. Lahan ini akan mempunyai nilai guna yang sesuai untuk pendidikan, wisata dan hunian.
Prinsip Dasar Kemampuan dan Kesesuaian Lahan
Berdasarkan Peraturan Mentri PU No. 20 tahun 2007 tentang Pendoman Teknik Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang, menetapkan bahwa terdapat 4 komponen fisik yang harus diperhatikan yaitu klimatologi, hidrologi, topografi dan geologi. Selain itu, ada beberapa komponen analisis yang harus dipahami untuk merencanakan penggunaan lahan, yaitu:
Pada prinsipnya, analisis ini untuk mengidentifikasi potensi tanah secara umum. Cara pengklasifikasian lahan berdasarkan pada faktor pembatas yang masuk ke dalam kelas kemampuan. Pada intinya, analisis kemampuan lahan bertujuan untuk memetakan lahan mempunyai potensi untuk fungsi lindung dan budidaya.
Analisis ini memiliki tujuan untuk menilai tingkat kesesuaian lahan terhadap penggunaan tertentu, dan juga dengan memperhatikan tingkat pengelolaan yang wajar. Lahan yang telah teridentifikasi kemudian dianalisis untuk dicari kesesuaian penggunaan lahan berdasarkan kriteria tertentu. Seperti contoh, kesesuaian penggunaan lahan untuk pemukiman, tentu berbeda dengan kesesuaian penggunaan untuk perkebunan.
Penggunaan Lahan Menurut Peraturan Menteri
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 41 tahun 2007, klasifikasi penggunaan lahan dibagi menjadi 2 kelompok besar, antara lain:
Urgensi dan Teori Perencanaan Tata Guna Lahan
Perencanaan tata guna lahan sangat diperlukan, mengingat agar semua fungsi yang telah direncanakan saling mendukung keberadaannya. Seperti halnya yang terjadi pada lahan yang digunakan sebagai kawasan fasilitas umum (tempat ibadah, sekolah) berada di kawasan yang mudah dijangkau. Sehingga mengakibatkan munculnya pergerakan dari satu tempat ke tempat lain. Oleh karenanya, perencanaan tata guna lahan tidak dapat dipisahkan oleh sistem transportasi.
Terdapat beberapa teori yang berkaitan dengan perencanaan tata guna lahan
1. Teori Konsentris
Teori ini dikemukakan oleh E.W Burgess, analisisnya pada Kota Chicago tahun 1925 dengan menganalogikan dari dunia hewan terdapat suatu daerah yang didominasi oleh suatu spesies tertentu. Hal ini terjadi pada wilayah perkotaan, akan muncul pengelompokkan tipe penggunaan lahan.
2. Teori Sektor
Pada tahun 1939, Homer Hoyt mengatakan jika pola sektoral yang terdapat pada suatu wilayah, bukan suatu hal yang kebetulan tetapi asosiasi keruangan yang berasal dari variabel yang ditentukan masyarakat. Variabel ini adalah kecendrungan masyarakat untuk menempati daerah yang dianggap nyaman untuk kehidupan sehari – hari.
3. Teori Pusat Kegiatan Banyak
Teori Pusat Kegiatan Banyak dicetuskan oleh Harris dan Ulmann tahun 1945. Mereka mengatakan bahwa pusat kegiatan tidak selalu berada di tengah – tengah suatu daerah atau center. Lokasi keruangan yang tercipta tidak dipengaruhi oleh faktor jarak dari pusat kegiatan, sehingga membentuk persebaran yang teratur tetapi berasosiasi dengan sejumlah faktor dan menghasilkan pola keruangan yang khas.
4. Teori Nilai Lahan
Teori ini menyebutkan klasifikasi tinggi rendahnya suatu jenis penggunaan lahan didasari oleh beberapa faktor, yaitu:
Itulah tadi penjelas mengenai tata guna lahan. Semoga penjelasan di atas bisa menambah pengetahuan Anda.
Siapa sangka ternyata negara Indonesia memiliki sejarah tentang letusan gunung berapi cukup banyak. Diketahui jika…
Hampir sebagian besar gunung berapi yang ada di dunia pernah mengalami erupsi atau letusan. Setiap…
Negara Indonesia merupakan negara iklim tropis dan hanya memiliki dua musim saja, yakni musim kemarau…
Gunung merupakan sebuah daerah yang sangat menonjol dibandingkan dengan sekitarnya dan dapat mencapai tinggi lebih…
Gunung memiliki keindahan dan pesonanya tersendiri terutama bagi para pecinta alam. Namun siapa sangka dibalik…
Nusa Tenggara Timur merupakan sebuah provinsi di negara Indonesia yang memiliki keindahan alam yang sangat…