Mungkin kita sudah mengetahui jika dahulu di dalam sistem tata surya kita terdapat sembilan planet yang mengorbit Matahari. Planet – planet tersebut yaitu Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus dan Pluto. Benar, Pluto pernah masuk ke dalam daftar planet di tata surya kita dan menjadi planet dengan urutan paling terakhir setelah Neptunus yang pernah ditemukaan saat itu. Perlu diketahui jika Pluto ditemukan pertama kalo oleh seorang astronom yang bernama Clyde Tombaugh pada tahun 1930. Tombaugh menemukan Pluto dengan tidak sengaja dan karena ukurannya yang kecil ia juga menamainya Pluto yang berasal dari nama dewa dalam kepercayaan orang Yunani yaitu, God of Underworld.
Ukuran Pluto memang sangat kecil untuk ukurang planet, akan tetapi para astronom meyakini jika Pluto memanglah sebuah planet dan menjadi planet kesembilan di sistem tata surya. Pluto termasuk ke dalam kategori planet kerdil sebab ukuran diameter dari Pluto sekitar 2.372 km bahkan lebih kecil dari Merkurius sekalipun atau hampir setara dengan Bulan. Sebutan Pluto menjadi planet kesembilan di dalam tata surya kita berakhir pada tahun 2006. Ada banyak alasan mengapa Pluto tidak lagi disebut sebagai planet di sistem tata surya kita. Berikut penjelasannya!
Alasan Mengapa Pluto Tidak Disebut Planet Lagi
Seperti yang kita ketahui jika kemajuan teknologi akan berbanding lurus dengan ilmu pengetahuan, artinya semakin canggih suatu teknologi maka semakin banyak informasi yang diperoleh untuk pengetahuan, begitupun yang terjadi di bidang astronomi. Sebuah teleskop canggih berhasil dikembangkan dan pengamatan mengenai Pluto juga dilakukan guna menambah informasi. Dari hasil pengamatan tersebut diketahui jika Pluto sama seperti objek langit pada umumnya yang berada di area yang bernama Sabuk Kuiper.
Di dalam Sabuk Kuiper atau Kuiper Belt yaitu sebuah daerah yang berada lebih jauh dari Pluto ini setidaknya terdapat 70.000 objek langit dan salah satu objek tersebut yaitu Pluto. Diketahui jika terdapat objek langit lain yang justru memiliki ukuran lebih besar dari Pluto dan diberi nama dengan Eris pada tahun 2005, sebelumnya pernah ditemukan objek langit lain yang berada di sekitar Pluto seperti Quaoar di tahun 2002 dan Sedna (2003). Bahkan Eris sempat dimasukkan sebagai planet kesepuluh setelah Pluto. Bahkan ada yang berpendapat untuk menjadikan Charon (satelit Pluto saat itu) sebagai sebuah planet kembar dari Pluto kemudian diikuti dengan Ceres, sehingga jumlah planet yang terdapat pada tata surya menjadi 12 buah. Dari penemuan – penemuan ini pulalah yang menimbulkan banyak pertanyaan dari pihak astronom mengenai Pluto, apakah Pluto ini adalah planet atau bukan.
Pertemuan Umum XXVI juga membahas mengenai definisi planet katai, yakni benda atau objek langit yang mengelilingi Matahari, memiliki bentuk hampir bulat dalam keadaan hidrostatis, tidak dominan pada orbitnya dan bukan merupakan satelit. Berdasarkan definisi planet yang telah diungkapkan di atas, Pluto masuk ke dalam poin satu dan dua, namun tidak untuk poin ketiga. Namun hal tersebutlah menimbulkan perdebatan baru, menurut Ethan Siegel seorang profesor fisika dan astronomi dari Lewis & Clark College, Portland, Oregano mengatakan bahwa mengkosongkan atau “membersihkan orbit” bersifat subjektif dan sangat bergantung ada yang berada di luar sana. Ia juga menambahkan jika mengganti Matahari dengan bintang induk, tidak seperti dapat mengukur sistem ekstrasurnya dengan cukup baik, apakah orbitnya sudah bersih atau tidak sehingga definisi tersebut kurang tepat.
Meskipun begitu, hampir sebagian besar masyarakat dan ilmuwan berharap jika definisi planet yang telah disebut di atas dapat diperbaharui dan status Pluto kembali menjadi planet. Akan tetapi NASA merilis definisi baru mengenai arti dari planet untuk kemudian diserahkan pada IAU. Kesimpulannya Pluto tidak akan kembali, begitu pula dengan Bulan serta lebih dari 100 objek di tata surya. Pernyataan tersebut berasal dari ilmuwan geofisika bukan astronomi, mereka mengatakan jika benda kosmik yang terdapat di sistem tata surya tidak perlu mengorbit pada Matahari untuk bisa dianggap planet. Kita harus melihat sifat fisik intrinsik objek langit tersebut daripada interaksi mereka terhadap bintang. Dan hasilnya bahwa sebuah planet merupakan massa tubuh sub-bintang yang belum pernah mengalami fusi nuklir, serta memiliki cukup gravitasi untuk membentuk speroid yang digambarkan oleh elipsoid triaksial tanpa memperhatikan parameter orbitalnya.
Tidak hanya itu saja, berdasarkan definisi geofisika di atas, Siegel memberikan persyaratan untuk planet sebagai berikut:
Berdasarkan alasan tersebutlah, Pluto dikeluarkan dari susunan planet di sistem tata surya. Sehingga para astronom mulai mengelompokkan planet – planet yang sama dengan Pluto dengan sebutan khusus yaitu dwarf planet atau planet kerdil. Tentunya hasil dari pertemuan yang dilakukan oleh IAU, kita jadi mengetahui syarat objek langit bisa disebut sebagai planet jika memenuhi ketiga syarat di atas. Itulah tadi beberapa alasan mengapa Pluto tidak bisa disebut planet. Semoga informasi di atas dapat bermanfaat.
Siapa sangka ternyata negara Indonesia memiliki sejarah tentang letusan gunung berapi cukup banyak. Diketahui jika…
Hampir sebagian besar gunung berapi yang ada di dunia pernah mengalami erupsi atau letusan. Setiap…
Negara Indonesia merupakan negara iklim tropis dan hanya memiliki dua musim saja, yakni musim kemarau…
Gunung merupakan sebuah daerah yang sangat menonjol dibandingkan dengan sekitarnya dan dapat mencapai tinggi lebih…
Gunung memiliki keindahan dan pesonanya tersendiri terutama bagi para pecinta alam. Namun siapa sangka dibalik…
Nusa Tenggara Timur merupakan sebuah provinsi di negara Indonesia yang memiliki keindahan alam yang sangat…